Selasa, 29 April 2014

Perkembangan Politik, Sosial Budaya, dan Pendidikan pada Masa Orde Baru Dan Reformasi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )


Satuan Pendidikan        :  Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Surabaya
Kelas/Semester            :  X / I
Mata Pelajaran             :  Sejarah Indonesia
Materi pokok               :  Kehidupan Bangsa Indonesia pada MasaOrde Baru dan Reformasi
Sub Materi                   : Perkembangan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Pendidikan pada masa Orde Baru dan Reformasi
Alokasi waktu                 : 2 x 45 menit (90 menit)

A.                Kompetensi Inti
1.      Menghayati dan mengamalkan  ajaran agama yang dianutnya
2.      Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan,  gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3.      Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,  kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.


B.            Kompetensi Dasar
1.1    Menghayati keteladanan para pemimpin dalam mengamalkan ajaran agamanya.
1.2    Menghayati keteladanan para pemimpin dalam toleransi antar umat beragama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
2.1    Menunjukkan sikap  tanggung jawab, peduli terhadap perkembangan  politik, ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan pada masa Orde Baru dan Reformasi.
2.3. Berlaku jujur dan bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas-tugas dari pembelajaran sejarah
3.8  Mengevaluasi perkembangan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan pada masa
      orde baru dan reformasi
Indikator

3.8.4 Menjelaskan perkembangan politik, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan pada masa Orde Baru dan Reformasi

C.           Tujuan Pembelajaran
             1.     Melalui literatur dan website, siswa dapat membandingkan antara perkembangan politik   
                  ekonomi, sosial budaya dan pendidikan pada masa Orde Baru dan Reformasi.

D.    Materi Pembelajaran :
              1.      Sejarah Lahirnya Orde Baru
              2.      Sejarah Reformasi
              3.      Perkembangan Politik, ekonomi, Sosial budaya dan Pendidikan pada Masa Orde Baru dan    
                    Reformasi

___________________________________________________________________________________

MATERI


                       1.           Sejarah Lahirnya Orde Baru

Lahirnya era orde baru dilatarbelakangi oleh runtuhnya orde lama. Tepatnya pada saat runtuhnya kekuasaan Soekarno yang digantikan oleh Soeharto. Salah satu penyebab yang melatarbelakangi runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan dalam negri yang tidak kondusif pada masa orde lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa pemberontakan G30S PKI. Hal ini menyebabkan presiden Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk melaksanakan kegiatan pengamanan di indonesia melalui surat perintah 11 Maret atau Supersemar.

Kronologis Lahirnya Orde Baru
Ø  30 September 1965
Terjadinya pemberontakan G30S/PKI
Ø  11 Maret 1966
Letjen Soeharto menerima Supersemar dari presiden Soekarno untuk melakukan pengamanan
Ø  12 Maret 1966
Dengan memegang Supersemar, Soeharto mengumumkan pembubaran PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang
Ø  22 Februari 1967
Soeharto menerima penyerahan kekuasaan pemerintahaan dari presiden Soekarno
Ø  7 maret 1967
Melalui sidang istimewa MPRS, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden sampaiterpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilu
Ø  12 Maret 1967
Jenderal Soeharto dilantik menjadi presiden Indonesia kedua sekaligus menjadi masa awal mula lahirnya era Orde Baru

Peristiwa-peristiwa Lahirnya Orde Baru
1.      Aksi-aksi Mahasiswa
Pada Sidang paripurna cabinet Dwikora tanggal 6 Oktober 1965, presiden memutuskan bahwa penyelesaian politik Gerakan 30 September akan ditangani langsung oleh presiden. Sementara itu, tuntutan penyelesaian seadil-adilnya terhadap para pelaku Gerakan 30 September semakin meningkat. Tuntutan itu di pelopori oleh kesatuan aksi mahasiswa (KAMI), pemuda –pemuda(KAPPI),dan pelajar(KAPI). Kemudian muncul pula KABI (buruh), KASI (Sarjana),KAWI (Wanita),dan KAGI (guru).  Pada tanggal 26 OKtober 1965, kesatuan-kesatuan aksi tersebut bergabung dalam satu front, yaitu FRONT PANCASILA.
Mereka menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA) kepada pemerintah, yang berisi :

·         Bubarkan PKI
·         Retool Kabinet DWIKORA
·         Turunkan harga/perbaiki ekonomi

2.      Kabinet DWIKORA yang disempurnakan
Pada hari pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan tanggal 24 Februari 1966 terjadi demonstrasi besar-besaran. Dalam bentrokan di sekitar istana mahasiswa UI yang bernama Arief Racham Hakim tewas tertembak oleh Cakrabirawa, dan keesokan harinya Presiden sebagai Panglima Komando Gayang Malaysia membubarkan KAMI. Pada tanggal 8 Maret 1966 Departemen Luar Negri yang di pimpin oleh Dr. Subandrio diserang oleh pelajar dan mahasiswa.
3.      Surat perintah 11 maret 1966
Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama “kabinet 100 menteri“. Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan pengawal presiden’ Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak “pasukan liar” atau “pasukan tak dikenal” yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio. Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amir machmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
4.      Penyerahan Kekuasaan
Pada tanggal 20 Februari 1967 presiden menandatangani surat penyerahan kekuasaan kepada Pengemban Supersemar Jendral Soeharto. Pada kamis pukul 19.30 bertempat di istana Negara dengan di saksikan oleh ketua presidium Kabinet Ampera dan para Menteri, Presiden/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi ABRI Ir.Soekarno dengan resmi menyerahkan kekuasaan kepada jendral Soeharto. Pada tanggal 12 Maret 1967, Jendral Soeharto dilantik dan diambil sumpahnya sebagai Presiden RI. Dengan pelantikan Soeharto sebagai presiden tersebut, secara lagal formal pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang kemudian dinamakan Orde Lama berakhir. Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto yang kemudian di sebut Orde Baru Presiden Soeharto dalam hal ini juga mulai menjalankan pemerintahannya

Ciri Pokok Orde Baru :
·         Pemerintahan yang dictator tetapi aman dan damai
·         Tindak korupsi yang merajalela
·         Tidak ada kebebasan berpendapat
·         Pancasila menjadi ideology tertutup
·         Pertumbuhan ekonomi yang berkembang pesat
·         Ikut sertanya militer dalam pemerintahan
·         Adanya kesenjangan sosial yang mencolok antara orang kaya dan orang miskin
.
Kebijakan Pada Masa Orde Baru
·         Indonesia didaftarkan lagi menjadi anggota PBB pada bulan September 1966
·         Adanya perbaikan ekonomi dan pembangunan
·         Pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran
·         Dilaksanakannya kebijakan transmigrasi dan KB
·         Adanya gerakan memerangi buta huruf
·         Dilakukannya swasembada pangan
·         Munculnya gerakan wajib belajar dan gerakan Nasional Orang Tua Asuh
·         Dibukanya kesempatan investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia

                     2.            Sejarah Lahirnya Reformasi
     Perjalanan panjang sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sehingga mendapat kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengalami perjalannya pada dasawarsa 60-an rakyat sangat menderita pelan-pelan keberhasilan pembangunan melalui tahapan dalam pembangunan lima tahun (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat dapat dientaskan. Sebagai tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang berhasil membangun negara, Presiden Soeharto diangkat menjadi "Bapak Pembangunan". Tetapi, keberhasilan pembangunan tersebut tidak merata, sehingga kemajuan Indonesia hanya semu belaka. Ada kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin. Rakyat mengetahui bahwa hal ini disebabkan cara-cara mengelola negara yang tidak sehat ditandai dengan merajalelanya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Protes dan kritik masyarakat seringkali dilontarkan namun pemerintah Orba seolah-olah tidak melihat, dan mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju kepada kebijaksanaan pemerintah selalu dituduh sebagai "PKI", subversi, dan sebagainya. Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga mulai membumbung tinggi sehingga daya beli rakyat sangat lemah, seakan-akan menjerit lebih-lehih banyak perusahaan yang terpaksa melakukan "PHK" karyawannya. Diperburuk lagi dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah. Disinilah para mahasiswa, dosen, dan rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah. Setiap hari mahasiswa dan rakyat mengadakan demonstrasi, hal ini mencapai puncaknya pada bulan Mei 1998, dengan berani meneriakkan reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum. Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet Pembangunan VII dengan menggantikan nama Kabinet Reformasi. Namun, hal ini tidak mendapat tanggapan dari rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998, dengan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie.

Krisis Ekonomi
     Diawali krisis moneter yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada Indonesia, bangunan ekonomi Indonesia temyata belum kuat untuk menghadapi krisis global tersebut. Krisis ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603,00 pada 1 Agustus 1997.  Sedangkan pada bulan Desmeber 1997 tercatat nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai Rp 5.000,00 perdolar, bahkan sekitar bulan Maret 1977 mencapai angka Rp16.000,00perdolar. Nilai tukar rupiah semakin melemah, pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai akibat lesunya ikiim bisnis. Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan dilikuidasinya 16 bank pada bulan Maret 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (K.LBI), temyata tidak membawa hasil sebab pinjaman BLBI terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat mengembalikan. Dengan demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang cukup besar. Akibatnya kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis moneter ini akhimya berdampak pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem fundamental perekonomian Indonesia. Adapun dampak pada krisis ekonomi :

a.      Utang Negara Republik Indonesia
Penyebab krisis diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar, terhitung bulan Pebruari 1998 pemerintah melaporkan tentang utang luar negeri, yaitu  tercatat: Hutang swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar dolar AS, jadi utang seluruhnya mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim Hutang-Hutang Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada 6 Pebruari 1998. Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri menjadi sangat mahal harganya. Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak akan mampu membayar barang dagangannya. Hampir semua negara tidak mau menerima letter of credit (L/C) dari Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat karena kolusi dan korupsi

b.      Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945
Pemerintah Orde Baru berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang kurang memperhatikan dengan seksama kondisi riil masyarakat agraris, dan pendidikan masih rendah, sehingga akan sangat sulit untuk segera berubah menjadi masyarakat industri. Akibatnya yang terpacu hanya masyarakat kelas ekonomi atas dan para orang kaya yang kemudian menjadi konglomerat. Meskipun gross national product (GNP) pada masa Orba pernah mencapai diatas US$ 1.000,00 tetapi GNP tersebut tidak menggambarkan pendapatan rakyat sebenamya, karena uang yang beredar sebagian besar dipegang oleh orang kaya dan konglomerat. Rakyat secara umum masih miskin dan kesenjangan sosial ekonomi semakin besar. Pengaturan perekonomian pada masa Orba sudah menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila, seperti yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Yang terjadi adalah berkembangnya ekonomi kapitalis yang dikuasai para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoli korupsi, dan kolusi.
c.       Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Masa Orde Baru dipenuhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan runtuhnya perekonomian Indonesia. Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang merusak tatanan hukum, dan nepotisme yang memberikan perlakuan istimewa terhadap kerabat dan kawan menjadi pemicu lahimya reformasi di Indonesia. Walaupun praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme ini telah merugikan banyak pihak, termasuk negara tapi tidak dapat dihentikan karena dibelakangnya ada suatu kekuatan yang tidak tersentuh hukum
d.      Politik Sentralisasi
Pemerintahan Orde Baru menjalankan politik sentralistik, yakni bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya peranan pemerintah pusat sangat menentukan, sebaliknya pemerintah daerah tidak 'punya peran yang signifikan. Dalam bidang ekonomi sebagian besar kekayaan dari daerah diangkut ke pusat pembagian yang tidak adil inilah menimbulkan ketidakpuasan rakyat dan pemerintah daerah. Akibatnya mereka menuntut berpisah dari pemerintah pusat terutama terjadi di daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya (Papua). Proses sentralisasi bisa dilihat adanya pola pemberitaan pers yang Jakarta sentries. Terjadinya banjir informasi dari Jakarta (pusat) sekaligus dominasi opini dari pusat. Pola pemberitaan yang cenderung bias Jakarta, terutama di halaman pertama pers. Kecenderuangan ini sangat mewamai pola pemberitaan di halaman pertama pers di daerah

Krisis Politik
     Krisis politik pada akhir orde baru ditandai dengan kemenangan mutlak Golkar dalam Pemilihan Umum 1997 yang dinilai penuh kecurangan, Golkar satu-satunya kontestan pemilu yang didukung fmansial maupun secara politik oleh pemerintah memenangkan pemilu dengan meraih suara mayoritas. Golkar yang pada mulanya disebut sebagai Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang organisasi-organisasi masyarakat dan angkatan bersenjata, muncul satu tahun sebelum peristiwa G30S/PKI tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Dan memang tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini lahir dari pusat dan dijabarkan sampai kedaerah-daerah. Disamping itu untuk tidak adanya loyalitas ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang lahir tanggal 29 Nopember 1971 ikut menggabungkan diri ke dalam Golongan Karya. Golkar ini kemudian dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk mendukung kekuasaannya selama 32 tahun, hal ini dikarenakan tidak ada satupun kritik dari infra struktur politik ini yang berani mencundangi dirinya. Kemenangan Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para peninjau asing dalam pemilu yang tidakjujur dan adil (jurdil) penuh ancaman dan intimidasi terhadap para pemilih di pedesaan. Dengan diikuti dukungan terhadap Jenderal (Pum) Soeharto selaku ketua dewan pembina Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden pada sidang umum MPR tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto menjadi presiden untuk periode 1998-2003. Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya menimbulkan permasalahan masa pemerintahan Orde Barn, kedaulatan rakyat ada ditangan kelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang pihak penguasa. Kedaulatan ditangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya MPR dilaksanakan de jure secara de facto anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar anggotanya diangkat dengan sistem keluarga (nepotisme).
     Rasa ketidak percayaan rakyat kepada pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori mahasiswa, dosen, dan rektomya menuntut pergantian presiden, reshuffle kabinet, Sidang Istimewa MPR, dan pemilu secepatnya. Gerakan menuntut reformasi total disegala bidang, termasuk anggota DPR/MPR yang dianggap penuh dengan KKN dan menuntut pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi
Dan nepotisme. Gerakan reformasi menuntut pembaharuan lima paket undang-undang politik yang menjadi sumber ketidakadilan, yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; (2) UU No. 1 Tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, Tugas, dan wewenang DPR/MPR; (3) UU No. 1 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya; (4) UUNo. 1 Tahun 1985 tentang Referendum; (5) UU No. 1 Tahun 1985 tentang organisasi masa.

Krisis Hukum
      Orde Baru banyak terjadi ketidak adilan dibidang hukum, dalam kekuasaan kehakiman berdasar Pasal 24 UUD 1945 seharusnya memiliki kekuasaan yang merdeka terlepas dari kekuasaan eksekutif, tapi Kenyataannya mereka dibawah eksekutif. Dengan demikian pengadilan sulit terwujud bagi rakyat, sebab hakim harus melayani penguasa. Sehingga sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan. Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprodensi, ajaran-ajaran hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya. Juga kesiapan hakim, penyidik dan penuntut, penasehat hukum, konsultan hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.
Krisis Kepercayaan
     Pemerintahan Orde Baru yang diliputi KKN secara terselubung maupun terang-terangan pada bidang parlemen, kehakiman, dunia usaha, perbankan, peradilan, pemerintahan sudah berlangsung lama sehingga disana-sini muncul ketidakadilan, kesenjangan sosial, rusaknya system politik, hukum, dan ekonomi mengakibatkan timbul ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintahan dan pihak luar negeri terhadap Indonesia.

Gerakan Reformasi Indonesia
          Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional dalam bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya. Dengan semangat reformasi, rakyat menghendaki pergantian pemimpin bangsa dan negara sebagai langkah awal, yang menjadi pemimpin hendaknya berkemampuan, bertanggungjawab, dan peduli terhadap nasib bangsa dan negara. Reformasi adalah pembaharuan radikal untuk perbaikan bidang sosial, politik, atau agama (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan demikian reformasi merupakan penggantian susunan tatanan perikehidupan lama menjadi tatanan perikehidupan baru secara hukum menuju perbaikan.
          Reformasi yang digalang sejak 1998 merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru, maka diperlukan agenda reformasi yang jelas dengan penetapan skala prioritas, pentahapan pelaksanaan, dan kontrol agar tepat tujuan dan sasaran.
a)      Tujuan Reformasi
          Atas kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan cendikiawan mengadakan suatu gerakan reformasi dengan tujuan memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, bemegara, agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
b)      Dasar Filosofi Reformasi
          Agenda reformasi yang disuarakan mahasiswa diantaranya sebagai berikut: (1)adili Soeharto dan kroni-kroninya; (2) amandemen Undang-Undang dasar 1945; (3) penghapusan dwifungsi ABRI; (4) otonomi daerah yang seluas-luasnya; (5) Supermasi hukum; (6) pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
c)      Kronologi Reformasi
          Kabinet Pembangunan VII dilantik awal Maret 1998 dalam kondisi bangsa dan negara krisis, yang mengundang keprihatinan rakyat. Memasuki bulan Mei 1998 mahasiswa di berbagai daerah melakukan unjuk rasa dan aksi keprihatinan yang menuntut: (1) turunkan harga sembilan bahan pokok (sembako); (2) hapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme;  (3) turunkan Soeharto dari kursi kepresidenan.
Secara kronologi terjadinya tuntutan reformasi sampai dengan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan sebagai berikut:
1) pada tanggal 10 Mei 1998 perasaan tidak puas terhadap hasil pemilu dan pembentukan Kabinet Pembangunan VII mewarnai kondisi politik Indonesia. Kemarahan rakyat bertambah setelah pemerintah secara sepihat menaikkan harga BBM. Namun keadaan ini tidak menghentikan Presiden Soeharto untuk mengunjungi Mesir karena menganggap keadaan dalam negeri pasti dapat diatasi
2) pada 12 Mei 1998 semakin banyak mahasiswa yang berunjuk rasa membuat aparat keamanan kewalahan, sehingga mereka harus ditindak lebih keras, akibatnya bentrokan tidak dapat dihindari. Bentrokan aparat keamanan dengan mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta yang berunjuk rasa tanggal 12 Mei 1998 mengakibatkan empat mahasiswa tewas tertembak yaitu Hery Hartanto, Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan serta puluhan mahasiswa dan masyarakat mengalami luka-luka.Peristiwa ini menimbulkan masyarakat berduka dan marah sehingga memicu kerusuhan masa pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitamya. Penjarahan terhadap pusat perbelanjaan, pembakaran toko-toko dan fasilitas lainnya
3) pada 13 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan ikut berduka cita ats terjadinya peristiwa Semanggi. Melalui Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan presiden menyatakan atas nama pemerintah tidak mungkin memenuhi tuntutan para reformis di Indonesia
4) pada 15 Mei 1998 Presiden Soeharto tiba kembali di Jakarta, oleh karena itu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyiagakan pasukan tempur dengan peralatannya di segala penjuru kota Jakarta
5) Presiden Soeharto menerima kedatangan Harmoko selaku Ketua DPR/MPR RI yang menyampaikan aspirasi masyarakat untuk meminta mundur dari jabatan Presiden RI; 6) pada 17 Mei 1998 terjadi demonstrasi besar-besaran di gedung DPR/MPR RI untuk meminta Soeharto turun dari jabatan presiden Republik Indonesia
7) pada 18 Mei 1998 Ketua DPR/MPR RI Harmoko di hadapan para wartawan mengatakan meminta sekali lagi kepada Soeharto untuk mundur dari jabatan presiden RI
8) pada 19 Mei 1998 beberapa ulama besar, budayawan, dan toko cendiriawan bertemu Presiden Soeharto di Istana Negara membahas reformasi dan kemungkinan mundurnya Presiden Soeharto, mereka ini adalah : Prof. Abdul Malik Fadjar (Muhammadiyah), KH. Abdurrahman Wahid (PB NU), Emha Ainun Nadjib (Budayawan), Nurcholis Madjid (Direktur Universitas Paramadina Jakarta), Ali Yafie (Ketua MUI), Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (Guru Besar Universitas Indonesia), K.H. Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono(Muhammadiyah), Ahmad Bagja (NU), K.H. Ma’ruf Amin (NU). Sedangkan di luar aksi mahasiswa di Jakarta agak mereda saat terjadi kerusuhan masa, tapi setelah kejadian itu pada tanggal 19 Mei 1998 mahasiswa yang pro-reformasi berhasil menduduki gedung DPR/MPR untuk berdialog dengan wakil rakyat walaupun mendapat penjagaan secara ketat aparat keamanan
9) pada 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berencana membentuk Komite Reformasi untuk mengkompromikan tuntutan para demonstran. Namun, komite ini tidak pernah menjadi kenyataan karena dalam komite yang mayoritas dari Kabinet Pembangunan VII tidak bersedia dipilih. Pada suasana yang panas ini kaum reformis diseluruh tanah air bersemangat untuk menuntur reformasi dibidang politik, ekonomi, dan hukum. Maka tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk diminta pertimbangan dalam rangka membentuk "Komite Reformasi" yang diketuai Presiden. Namun komite ini tidak mendapat tanggapan sehingga presiden tidak mampu membentuk Komite Reformasi dan Kabinet Reformasi
10) dengan desakan mahasiswa dan masyarakat serta demi kepentingan nasional, tanggal 21 Mei 1998 pukul 10.00 WIB Presiden Soeharto meleetakkan kekuasaan didepan Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi pengganti presiden
11) pada 22 Mei 1998 setelah B.J. Habibie menerima tongkat estafet kepemimpinan nasional maka dibentuk kabinet baru yang bernama Kabinet Reformasi Pembangunan

                     3.            Perkembangan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pendidikan pada masa Orde Baru dan Reformasi

Kehidupan Sosial dan Budaya
Pada masa Orde Baru terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang bersifat diskriminatif, seperti Surat Edaran No.06/Preskab/6/67 yang memuat tentang perubahan nama. Dalam surat itu disebutkan bahwa masyarakat keturunan Cina harus mengubah nama Cinanya menjadi nama yang berbau Indonesia, misalnya Liem Sioe Liong menjadi Sudono Salim. Selain itu, penggunaan bahasa Cinapun dilarang. Di masa pasca Orde Baru, partisipasi sosial kalangan etnis Tionghoa sangat menonjol. Pada umumnya mereka aktif bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan. Banyak sekali orang-orang Tionghoa yang memilih profesi sebagai guru, dosen, profesor, dokter, insinyur, pengacara, hakim, jaksa, advokat, bahkan polisi dan tentara. Mereka mendirikan berbagai sekolah mulai dari TK sampai SMA dan berbagai universitas.
Demikian juga puluhan rumah sakit didirikan kalangan etnis Tionghoa. Rumah sakit-rumah sakit ini didirikan dengan tujuan sosial semata yaitu untuk memberikan bantuan medis bagi yang membutuhkan tanpa memandang kemampuan ekonominya. Bandingkan dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan di masa Orde Baru yang bertujuan komersial semata.
Selaras dengan berlangsungnya reformasi, berbagai kegiatan sosial dilakukan oleh organisasi-organisasi Tionghoa antara lain dalam membantu korban gempa bumi, banjir, dan kebakaran. Demikian juga dengan kegiatan pembagian sembako dan pakaian bekas, donor darah, khitanan massal serta pengobatan massal secara cuma-cuma bagi kaum duafa.

Dalam Bidang Pendidikan
Di bidang pendidikan mereka banyak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari kursus bahasa Inggris, Mandarin, komputer sampai akademi dan universitas. Kalangan mudanya secara aktif mulai memasuki bidang-bidang profesi di luar wilayah bisnis semata. Mereka sekarang secara terbuka berusaha menjadi artis sinetron, presenter TV, peragawati, foto model, pengacara, wartawan, pengarang, pengamat sosial/ politik, peneliti, dsbnya. Hal ini sangat berbeda ketika rezim Orde Baru memberlakukan kebijakan diskriminasi. Misalnya, pemberlakuan batasan 10 persen bagi etnis Cina untuk bisa belajar di bidang medis, permesinan, sains dan hukum di universitas.
Di dalam kehidupan sosial mereka mulai membuka diri dan mau peduli terhadap lingkungan di sekitarnya. Mereka tidak lagi menolak  apabila terpilih menjadi Ketua RT/RW dan secara aktif ikut dalam penyelengaraan Pemilu di lingkungan tempat tinggalnya.
Dalam hubungan mereka dengan negara leluhur (RRC), pada umumnya mereka mengambil sikap bahwa hubungan tersebut hanya bersifat kekerabatan semata. Mereka merasa telah sepenuhnya menjadi bangsa Indonesia yang lahir, besar, dan meninggal serta dikebumikan di Indonesia. Filsafat mereka sekarang adalah luo di sheng gen yaitu “berakar di bumi tempat berpijak” yang dapat diartikan menetap di Indonesia selama-lamanya menggantikan ye luo gui gen yang berarti “ibarat daun rontok kembali ke bumi”. Demikian juga sikap pemerintah RRC yang dengan tegas menyatakan bahwa orang Tionghoa Indonesia adalah warga Indonesia yang harus loyal kepada Indonesia, mentaati hukum dan peraturan Indonesia serta memberikan sumbangan pada pembangunan dan kemajuan Indonesia. Orang Tionghoa Indonesia bukan warga RRC dan tidak berada di bawah yurisdiksi Tiongkok.

Dalam bidang  Ekonomi
Walaupun jumlah orang etnis Tionghoa di Indonesia relatif sedikit, namun berhubung dengan peranan mereka dalam kehidupan ekonomi, suatu  peranan kunci dalam masyarakat mana pun, maka mereka merupakan suatu minoritas yang berarti. Keadaan inilah yang merupakan sumber permasalahan apa yang dinamakan “masalah Cina”. (Melly G. Tan, 1981). Dari pernyataan Melly G. Tan tersebut dapat kita lihat bahwa masalah ekonomi merupakan salah satu sebab pokok mengapa sampai muncul “masalah Cina”. Masyarakat Tionghoa yang sebagian besar terjun dalam bidang usaha dan pada akhirnya berhasil meraih sukses dianggap mengeruk keuntungan dari masyarakat Indonesia lain.
Banyaknya orang yang berasal dari etnis Tionghoa yang meraih sukses dalam bidang ekonomi menyebabkan pemerintahan Orde Baru mengeluarkan kebijakan yang bersifat diskriminatif, yaitu PP 10 Tahun 1959-1960 dan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 286/KP/XII/1978 yang menyebutkan orang Tionghoa di Jawa tidak diperbolehkan berusaha di tingkat kabupaten. Kebijakan ini menyebabkan terpusatnya pemukiman etnis Tionghoa di perkotaan.
Di masa Orde Baru segelintir pengusaha Tionghoa dijadikan kroni oleh para penguasa untuk memupuk kekayaan. Dalam melakukan bisnisnya mereka banyak melakukan tindakan-tindakan kotor yang sangat merugikan rakyat. Sudah tentu hal ini menimbulkan citra yang sangat buruk bagi orang-orang Tionghoa di Indonesia. Perbuatan mereka benar-benar merusak kehormatan etnis Tionghoa dan menjadikan mereka sasaran empuk ketidak puasan rakyat.
“Binatang ekonomi” dan “apolitis” adalah dua stigma populer yang berurat-akar bagi orang Tionghoa. Persepsi mayoritas elite politik Indonesia tampaknya masih berkutat di situ karena menilai partisipasi Tionghoa sebatas keuntungan ekonomis. Persepsi ini adalah buah dari asumsi tidak mendasar bahwa komunitas Tionghoa yang hanya 2 persen dari populasi menguasai 70 persen perekonomian nasional. Citra kekuatan ekonomi komunitas Tionghoa memang sudah ada sejauh sejarah kolonial. Terjadi generalisasi di masyarakat bahwa etnis Tionghoa adalah binatang ekonomi yang rakus belaka. Padahal mayoritas etnis Tionghoa adalah kalangan menengah ke bawah. Pada umumnya para pedagang Tionghoa adalah pedagang perantara dan distribusi yang jauh dari praktek KKN, malahan merekalah yang selalu menjadi korban pemerasan para birokrat dan preman. Dalam setiap aksi kerusuhan merekalah yang selalu menjadi korban penjarahan dan perusakan. Demikian juga tuduhan bahwa pengusaha-pengusaha Tionghoa anasionalis karena memindahkan modalnya ke luar negeri terutama ke RRC harus dipelajari dengan seksama. Di era globalisasi, perpindahan modal adalah hal yang wajar. Modal akan mencari tempat-tempat di mana mereka akan berkembang dan memperoleh untung. Modal para pengusaha baik domestik maupun asing akan pergi apabila terjadi situasi yang tidak menguntungkan di suatu tempat atau negara manapun. Tetapi sebaliknya modal asing akan berduyun-duyun masuk ke sebuah negara yang situasinya kondusif dan menjanjikan keuntungan. Untuk itulah kita perlu memberi kemudahan, menjamin stabilitas keamanan, adanya kepastian dan tegaknya hukum serta menghapuskan KKN yang menjadi momok para pengusaha baik domestik maupun asing.
Apabila kita berkunjung ke kampung-kampung di sekitar Jabotabek seperti di perkampungan Penjaringan Jakarta, Dadap, Kamal, Mauk di Tangerang, Cileungsi di Bogor, dan Babelan di Bekasi maka kita akan menjumpai banyak sekali orang-orang Tionghoa yang sangat miskin. Demikian juga apabila kita berkunjung ke kampung-kampung di Kalimantan Barat terutama di Singkawang. Hal yang sama akan kita jumpai di provinsi Riau dan Bangka Bilitung. Semua ini membuktikan bahwa tidak semua orang Tionghoa adalah golongan ekonomi kuat seperti yang selalu digembar-gemborkan sehingga dapat menimbulkan kesan yang sangat negatif di kalangan masyarakat luas yang sangat merugikan etnis Tionghoa.
Di masa Reformasi terjadi perubahan paradigma di kalangan pengusaha Tionghoa. Mereka sekarang berusaha menghindari cara-cara kotor seperti suap-menyuap walaupun tidak mudah karena mereka selalu menjadi objek para penguasa dan birokrat. Mereka juga berusaha melakukan kemitraan dengan pengusaha-pengusaha kecil non Tionghoa dalam membangun dan mengembangkan usahanya. Justru para pengusaha kelas menengah inilah yang di masa krisis menunjang perekonomian kita sehingga tidak bangkrut. Sudah tentu masih ada orang-orang Tionghoa yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan kotor seperti menjadi penyelundup, penyalur narkoba, perjudian gelap, dsbnya. Tetapi sudah tentu perbuatan-perbuatan kriminal ini tidak hanya dilakukan orang-orang Tionghoa saja. Dalam aksi-aksi pombobolan bank yang terjadi baru-baru ini ternyata pelakunya bukanlah orang-orang Tionghoa seperti yang dahulu biasa terjadi.